Absudtisme KPK
(Kounter Legal terkait citra dan opini publik tentang KPK)
Media memang sarana paling efektif dalam membentuk pencitraan sesuatu hal, banyak yang dapat dilakukan dalam membentuk citra di media, mulai dari citra obyektif, subyektif sampai pencitraan yang dapat dipesan oleh sang pemesannya. Disadari atau tidak kita tersihir oleh pencitraan-pencitraan yang dibuat oleh media (baik cetak maupun elektronik) seakan semuanya bisa berubah manakala nedia sudah bermain. Situasi ini pun dimanfaatkan oleh para perusahaan media baik elektronik maupun cetak. Iklan kini sudah menjadi industry dan perang opini bukan lagi sebagai sarana promosi dan edukasi. Bagaimana ketika pemilu (legislative dan presiden kemarin) media dijadikan komoditi kapitalis (pemilik modal untuk saling mengkounter satu sama lain) konten dan substansinya sudah bergeser bukan promosi calon dan visi misi tapi sudah jadi ajang saling serang dan penggiringan oponi publik.
Berbicara terkait penggiringan opini publik ternyata ada yang dapat mengalahkan iklan-iklan kampanye SBY kemarin yang terang-terang menggiring publik untuk memilih dia menjadi SBY. Ada lembaga yang lebih dahsyat lagi yang dapat mengalahkan sekaliber SBY, yakni KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lembaga ini memang lihai dalam upaya menggiring, membuat opini, dan merekayasa opini di masyarakat sehingga sebenarnya memutar balikkan fakta. Pernahkan kita berpikir mengapa begitu banyak baik lembaga, kelompok maupun perorangan yang membela KPK sekarang ini yang dua orang pimpinannya yang beberapa waktu yang lalu ditahan oleh Polri dapat mempengaruhi masyarakat banyak untuk membelanya? Strategi ini persis yang diterapkan oleh SBY ketika pemerintahan Megawati. Kala itu SBY merupakan obyek yang terzdolimi sehingga mendapat simpati publik, dan yang paling utama strategi SBY wakktu itu adalah sengaja memelihara konflik yang terjadi. Sebenarnya bisa saja langsung mengundurkan diri tanpa harus membuat opini publik dan memelihara konfliknya dengan berbalas ‘pantun’ dengan taufik kiemas.strategi ini kemudian ditiru oleh Bibit dan Chandra dalam kisruhnya dengan Polri. Mari kita amamti baik-baik, dalam hal pembuatan opini publik Bibit dan Chandra berhasil membuat gerakan massa besar dan massif dan dalam hal ini Bibit dan Chandra lebih berhasil ketimbang SBY, lalu dalam hal memelihara konflik Bibit dan Chandra tercitra sebagai warga Negara yang baik, ketika diperiksa oleh polisi taat, tidak ada perlawanan, bahkan hanya untuik menyangkal tuduhan pun tidak! Padahal kalau memang tidah bersalah harusnya ada reaksi minimal secara statemen, hal ini sengaja tercitrakan demikian.
Pernahkan kita berpikir tentang Triangulasi data atau informasi? (metode yang lazim digunakan dalam penelitian ilmiah) mengapa hal itu juga tidak dilakukan kepada KPK? Atau jangan-jangan kita menjadi bagian massa yang termakan oleh isu yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah ilmiah. Pernahakan kita juga berpikir bahwa sebenranya lembaga terdepan dalam pemberantasan korupsi itu juga banyak bersarang koruptor (karena memang lahannya seperti itu) dimana banyak terjadi trasaksi-transaksi disana? Dan pernahkan kita berpikir tentang Antasari Azhar??? Big Boss KPK lembaga yang digadang-gadang dan rakyat sendiri yang menjadi pagar betisnya? Kemana masyarakat, kelompok, dan para elit yang nongkrong membentengi KPK? Kalau nau fair bikin opinion leading juga terkait hal itu. Harusnya kita lebih proporsional dalam menilai kisruh ini?